Mesir negara Arab paling bahaya bagi perempuan
Merdeka.com - Dalam survei dibuat Yayasan Thomson Reuters
baru-baru ini, para ahli menyatakan pelecehan seksual, tingginya angka
praktik khitan pada perempuan dan penyerangan terhadap kaum hawa pada
acara demonstrasi menjadi penyebab Mesir dinilai sebagai negara Arab
paling berbahaya bagi perempuan.
Stasiun televisi Al Arabiya
melaporkan, Rabu (13/11), diskriminasi di bidang hukum dan meningkatnya
perdagangan perempuan turut berperan menempatkan Mesir pada urutan
paling bontot dari 22 negara Arab yang disurvei.
Munculnya musim
semi Arab yang diawali di Mesir saat penggulingan Husni Mubarak menjadi
faktor yang diperkirakan akan menjadi keuntungan dan perbaikan kondisi
bagi kaum hawa. Namun kenyataan berbicara sebaliknya. Konflik semakin
berkepanjangan dan kaum perempuan turut menjadi korban.
"Kami
menggulingkan Mubarak dari tampuk kekuasaan tapi kami masih harus
mengenyahkan Mubarak yang bersemanyam di pikiran kami dan di kamar tidur
kami," kata penulis kolom Mona Elthawhy.
"Seperti diperlihatkan
jajak pendapat itu, kita kaum perempuan harus melakukan revolusi ganda,
satu menentang kediktatoran yang menghancurkan bangsa kita dan satu lagi
percampuran budaya dan agama yang menghancurkan kehidupan kaum wanita."
Jajak
pendapat yang diadakan untuk ketiga kalinya ini oleh Yayasan Thomson
Reuters (poll2013.trust.org) memberi gambaran menyeluruh tentang kondisi
hak asasi bagi kaum perempuan di dunia Arab sejak bergulirnya revolusi
Mesir pada 2011 hingga konflik Suriah saat ini.
Irak menjadi negara kedua terburuk setelah Mesir dalam perlakuan terhadap kaum perempuan. Diikuti Arab Saudi, Suriah, dan Yaman.
Sejumlah
pertanyaan dalam survei itu didasarkan pada Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh 19 negara Arab.
Survei
itu meliputi soal kekerasan terhadap perempuan, hak bereproduksi,
perlakuan keluarga terhadap perempuan, peran kaum hawa di masyarakat,
bidang politik, dan ekonomi.